Beranda | Artikel
Regulasi Umar Bin Khatab Dalam Melindungi Pasar
Selasa, 1 Agustus 2017

Semakin jauhnya manusia dari zaman keemasan Islam, kesadaran masyarakat dalam mengilmui perdagangan menurut sudut pandang Islam ini, semakin berkurang. Akibatnya, masalah halal haram ini menjadi perkara yang teracuhkan atau tidak dianggap penting. Orang-orang banyak termakan prinsip kapitalis mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tanpa mempertimbangkan aturan atau norma agama.

Oleh: Ustadz Ahmad Anshori, Lc

Masalah halal haram ini menjadi sangat penting. Karena berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat suatu negara, bahkan keberkahan ekonomi suatu negara. Bayangkan saja, sesuap nasi haram yang masuk ke perut kita, akan menjadi penyebab tidak terkabulnya doa.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang yang menempuh perjalan jauh (musafir). Sampai rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu menengadahkan kedua tangannya ke arah langit seraya berdo’a: “Ya Tuhanku, Ya Tuhanku…” Padahal, makanan yang ia makan haram, minumannya haram, pakaiannya juga haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimana Allah akan mengabulkan do’anya bila seperti ini…?! (HR. Muslim, no. 1015)

Padahal negara pasti menghadapi problematika yang banyak. Mulai dari bertambahnya angka kemiskinan, kenakalan remaja, maraknya kejahatan, sampai pada masalah yang paling prinsip yakni degradasi iman.

Melihat permasalahan negeri yang sangat komplek ini, tentu butuh doa-doa rakyat yang dapat menembus langit. Dengan doa itu, Allah perbaiki keadaan suatu negeri. Karena tanpa Allah, mustahil manusia dapat mensejahterakan  negeri yang dia pijaki.

Allah ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.. (QS. Al-A’raf : 96).

Ini baru satu masalah fundamental akibat dari mengabaikan halal dan haram..

Masih ada dampak negatif lainnya dari pengabaian halal haram ini. Bahwa Allah akan mencabut keberkahan ekonomi dari masyarakat yang tidak mempedulikan halal haram.

Dari Hakim bin Hizam -radhiyallahu’anhu-, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya,

يا حكيم إن هذا المال خضر حلو، فمن أخذه بسخاوة نفس بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكان كالذي يأكل ولا يشبع

Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu manis dan indah. Oleh karena itu siapa mengambilnya dengan tanpa ketamakan hati, maka akan diberkahi. Adapun yang mengambilnya karena ketamakan (tanpa memperhatikan halal haram), maka tidak akan diberkahi. Itulah seperti orang yang makan, tapi tidak merasa kenyang.. (Muttafaqun’alaih)

Seperti kata pepatah, “Bagai tikus mati di lumbung padi..

Mengingat pentingnya kehalalan pendapatan rakyatnya, Umar bin Khatab -radhiyallahu’anhu- memainkan perannya sebagai khalifah kala itu, dengan membuat sejenis regulasi guna melindungi pasar rakyatnya . Beliau pernah menyampaikan ultimatum yang ditujukan kepada para pedagang di pasar-pasar Madinah, bahwa pedagang yang tidak memahami aturan jual beli Islam (fikih buyu’), akan dicabut perizinan operasional dagangnya.

Beliau menyatakan,

لا يقعد في سوق المسلمين من لا يعرف الحلال والحرام, حتى لا يقع في الربا ويوقع المسلمين

Tidak boleh berjualan di pasar-pasar umat Islam orang yang tidak mengetahui halal dan haram. Sehingga iapun terjatuh pada riba dan menjerumuskan kaum muslimin pada riba.. (lihat : Ihya’ ‘ulumuddin 2/59, dikutip dari Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh hal. 8)

Peraturan inipun turun-menurun menjadi aturan yang diterapkan oleh pemerintahan-pemerintahan Islam sepeninggal Umar bin Khatab -radhiyallahuánhu-. Bahkan menjadi aturan yang lumrah di zaman kekhilafahan-kekhilafahan Islam dahulu, yang saat ini, aturan semacam ini menjadi sangat asing, bahkan hampir punah di lingkungan-lingkungan masyarakat Islam.

Ar-Rahuni menyebutkan dalam bukunya “Audhah Al-Masalik” beliau mendapatkan informasi dari salah seorang guru beliau,

أنه أدرك المحتسب يمشي في الأسواق، ويقف على الدكان ويسأل صاحبه على الأحكام التي تلزمه في سلعته، من أين يدخل عليه الربا فيها؟ وكيف يحترز منها؟ فإن أجابه أبقاه في الدكان، وإن جهل شيئا من ذلك أقامه من الدكان ويقول:
لا يمكنك أن تقعد في سوق المسلمين تطعم الناس الربا وما لا يجوز

Sang guru pernah menjumpai polisi pasar sedang  patroli di pasar. Dia berhenti di sebuah toko lalu menanyakan pemiliknya tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan barang yang ia jual.

“Dari arah mana riba bisa masuk ke dalam barang dagangan anda..? Bagaiman cara menghindarinya..?”

Bila pedagang itu mampu menjawab, ia tetap diizinkan berjualan di tokonya. Bila tidak mengetahui ilmu tentang jawaban itu, akan dicabut izin dagang dari pedagang itu.

“Tidak mungkin..”kata polisi pasar itu “anda berjualan di pasar umat islam, bisa-bisa anda memberi makan masyarakat dengan riba atau hal yang diharamkan.” (Dikutip dari Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh hal. 9)

Semakin jauhnya manusia dari zaman keemasan Islam, kesadaran masyarakat dalam mengilmui perdagangan menurut sudut pandang Islam ini, semakin berkurang. Akibatnya, masalah halal haram ini menjadi perkara yang teracuhkan atau tidak dianggap penting. Orang-orang banyak termakan prinsip kapitalis mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tanpa mempertimbangkan aturan atau norma agama.

Terjunnya para pelaku pasar ke dalam bisnis, tanpa mengetahui hukum-hukum jual beli menurut Islam, adalah sebuah bahaya yang besar. Bisa-bisa dia berada dalam kobangan riba tanpa sadar. Padahal pemakan dan pemberi riba, mendapatkan laknat langsung dari lisan Rasulullah shallallahuálai wa sallam.

Suatu hari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam keluar menuju tanah lapang. Beliau melihat orang-orang berdagang di situ. “Wahai para pedagang…” seru beliau, seluruh wajahpun tertuju kepada beliau. Beliau melanjutkan,

إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّاراً ، إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ

Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan durhaka, kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, berbuat kebajikan dan bersedekah.” (HR. Tirmizi 3/515).

Maraknya penipuan dan kecurangan, adalah diantara sebab kurangnya kepedulian masyarakat terhdap fikih jual beli ini. Karena ilmulah yang dapat mengerem seseorang dari tindakan biadab. Orang yang tau seluk beluk aturan atau hukum-hukum islam terkait jual beli, insyaallah akan ada rasa takut untuk berlaku curang dalam perdagangannya. Tentu saja kejujuran dalam transaksi, penyebab kesejahteraan ekonomi rakyat dan menambahkan keberkahan harta.

Wallahua’lam bis showab.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/5989-regulasi-umar-bin-khatab-dalam-melindungi-pasar.html